Baca beberapa hal berikut sebelum melakukan edit terjemahan.

“Hah, kau teman?”

Tidak mungkin Cha Sooyeon yang punya penglihatan bagus bisa tak menyadarinya. Kim Woojin memegang tanganku dan menarikku dengan tatapan curiga.

“Ayo pergi, Han Yigyeol. Kau sudah selesai dengan urusanmu.”

Benar.

“Mau ke mana kau? Berikan ponselmu.”

“Dia tidak mau memberikannya padamu. Dasar wanita bodoh.”

“Mau aku bodoh atau tidak, siapa kau ikut campursaja?”

“Ka, karena aku temannya!”

“Teman apanya. Kalau kau mau bohong, lakukan dengan benar.”

Kuusap keningku dan menghela napas. Kenapa jadi begini?

Mau Daftar Jadi Membership Sekte Novel Secara Gratis?

Silahkan Klik Disini untuk melanjutkan

“Kalian berdua, berhenti.”

“Tapi wanita ini!”

“Orang ini terus mengajak ribut!”

Pada akhirnya, itu tanggungjawabku untuk mengendalikan alurnya.

“Tenanglah, Kim Woojin. Kapan aku bilang kau boleh ikut campur? Melepas ability-mu sesukamu.”

“Itu…”

“Cha Sooyeon-ssi. Aku tak bisa memberimu nomorku sekarang karena keadaan. Akan kusampaikan urusanku lewat dia.”

“Kalau dia…”

Cha Sooyeon yang langsung menyadari apa yang kumaksud, membuat ekspresi wajah tidak senang.

“Mungkin situasi ini karena… karena dia?”

“Apa?”

Apa lagi ini?

“Aku tidak melihatmu seperti itu, tapi kurasa kau pikir itu bisa membuat kekasihmu keberatan? Kau bahkan tidak bisa menyimpan nomor seorang gadis.”

“Ya…?”

Pikiranku kosong pada perkataan yang tak terduga itu. Kim Woojin yang mendengarkan Cha Sooyeon denganku, bertanya dengan nada kesal.

“Apa yang tadi dikatakan wanita itu?”

Saat itu akupun teringat apa yang terjadi di ruang perawatan Guild Roheon yang mana aku lupa. Jangan bilang kalau kesalahpahamannya masih…

“Benar-benar, itu konyol. Bukankah itu maksudmu makanya meminta nomorku?”

“Tidak, aku tahu itu. Aku tahu.”

“Ugh… Aku benar-benar terjebak. Jadi begitu.”

“Jadi ini kesalahpahaman…”

Sebelum aku bisa menyelesaikan perkataanku, Cha Sooyeon kembali ke timnya.

“Lebih dari itu, aku ada jadwal hari ini, jadi aku pergi duluan. Kalau ada hal lain, dia yang akan melakukannya! Hubungi aku lewat dia.”

“Hei, tunggu sebentar…”

Perkataan terakhirnyasangat tajam, Cha Sooyeon meninggalkanku tanpa penyesalan.

Aku melihat Cha Sooyeon yang pergi menjauh sebelum aku bisa meluruskan kesalahpahamannya, tapi Kim Woojin membuka mulutnya dengan suara kasar yang pelan dari belakang.

“Kekasih?”

“……”

Aku kesulitan mencari tahu dari mana harusmulai meluruskan situasi ini.

***

Setelah itu, aku kembali ke ruanganku di lantai 23 dan menderita karena Kim Woojin setiap hari. Kim Woojin terus melihatku dengan wajah tidak percaya.

“Jadi siapa kekasih yang dia bicarakan?”

“Bukan kekasih…”

“Kalau begitu, apa maksudwanita itu?”

“Maksudku, itu kesalahpahaman…”

“Apa yang terjadi sampai membuat kesalahpahaman seperti itu?”

“……”

Sayangnya, pertanyaan Kim Woojin hanya kujawab dengan samar. Aku sangat malu sampaihanya bisa menggaruk pipiku. Pada akhirnya, hanya ada satu jawaban yang bisa kuberikan.

“Pokoknya itu kesalahpahaman.”

“……”

Kim Woojin melihatku seperti seorang pengkhianat. Kalau begini, aku jadi sedikit penasaran.

‘Tidak, bagaimana kalau aku punya kekasih sungguhan?’

Tentu saja, tapi bagaimanapun aku tidak butuh kekasih.

Meskipun aku mengatakan kalau itu kesalahpahaman, mereka tidak akan mempercayaiku, jadi tidak ada yang bisa kulakukan lebih. Ketika ekspresiku semakin asam, Kim Woojin perlahan menurunkan matanya yang tajam dan mulai membuat alasan.

“Tidak, bukannya aku tidak mempercayaimu…”

Kau tidak mempercayainya, kan?

“Hanya saja, aku…”

“Cukup. Pikir sesukamu.”

Aku menyerah untuk membuatnya mengerti dan berdiri. Aku hendak makan makanan yang sederhana lalu mandi, tapi Kim Woojin memegang tanganku.

“Kahan sekali…”

“Apa lagi?”

Kim Woojin mendongak melihat ke arahku dengan wajah muram. Seakan dia telah melakukan kesalahan, tapi matanya penuh dengan ketidakadilan seakan aku telah memarahinya.

“Kubawa kau ke rumahku juga dan memberitahumu semua masa laluku yang ingin kusembunyikan.”

“Yaa, itu…”

“Kau menyembunyikannya dariku. Apa kau masih membenciku?”

Kurasa, aku pernah mendengar perkataan itu sebelumnya.

“B*jingan…”

Kim Woojin menundukan kepalanya, menggumamkan sumpahan dengan suara yang sedih.

Apa kau menangis? Aku menghela napas dan kuangkat dagu Kim Woojin.

Kulihat wajah Kim Woojin lebih dekat yang mana kebingungan karena tindakanku. Yaa, untungnya, dia tidak menangis.

“Aku sungguh minta maaf. Kim Woojin, tidak bisakah kau percaya padaku?”

“Uh? Tidak… A, Aku percaya padamu.”

Ekspresi Kim Woojin saat menjawab tampak linglung.

“Akan kuberitahu kau saat situasinya mereda. Kalau begitu tak apa.Sekarang percayalah kalau aku tak punya kekasih.”

“Uh, un…”

Ketika aku berbicara dengan lembut itu seakan sedang menenangkan bocah remaja.Kim Woojin menganggukan kepalanya berkata kalau dia mengerti. Sejak awal begitu. Kim Woojin tampak terlihat seperti siswa SMA di masanya. Sensitif, emosional dan semacamnya.

‘Kurasa itu karena selama ini aku hidup sendirian.’

Mungkin itu karena aku punya pengalaman yang sama, jadi sulit untuk mengabaikannya.

Ketika dia melepaskan dagunya, Kim Woojin menutup wajahnya yang tersipu dengan kedua tangannya. Ya, aku yakin kau akan malu pada kebiasaan mengeluhmu.

“Apa, apa kau akan memberitahuku nanti? Hal pertama padaku?”

“Iya.”

Meski aku tak tahu kapan itu akan terjadi.

Aku membalas dengan tidak tulus dan teringat ponsel Ha Taeheon yang disembunyikan di bawah kasur. Kalau dipikir lagi, kurasa ini sudah waktunya untuk menghubunginya. Aku harus memberitahunya soal balasannya…

“…kau lapar, kan? Apa yang ingin kubuatkan untukmu?”

Kim Woojin menunjuk ke dapurseakan dia menyukai jawabanku. Kalaupun tidak, aku hendak keluar, tapiaku menerimanya.

“Sesuatu yang sederhana yang bisa mengenyangkan.”

“Begitu.”

Aku melihat ke punggung Kim Woojin yang berjalan ke dapur dengan gembira. Pria itu, aku tak tahu apapun, tapi dia sangat pandai memasak.

***

Siang hari berikutnya, Cheon Sayeon memanggil. Ketika aku ke ruang perwakilan, di sana terdapat Cheon Sayeon yang melihat ke luar jendela dengan memakai setelan jas hitam dan Woo Seohyuk yang berdiri memegang dokumen.

“Kau tampak sangat sibuk.”

Saat Woo Seohyuk melihat, kubuka pintu dengan hormatsambil setengh bicara dan Cheon Sayeon berbalik melihat ke arahku dan mengangkat bahunya.

“Itu benar. Ini pertama kalinya aku sibuk di saat seperti ini.”

“Apa maksudmu dengan itu?”

“Biasanya membosankan, tapi kali ini tidak, ini bagus.”

Jadi, apa yang kau bicarakan?

Cheon Sayeon dudukdan memberi isyarat ke sofa di seberangnya. Ketika aku duduk di sofa, Woo Seohyuk menghampiri dan memberiku dokumen.

“Pergerakan tidak normal terdeteksi pada gate yang tidak hanya ada di Korea tapi juga di seluruh dunia.”

“Apaada kesamaannya?”

“Sayangnya, belum.”

Kubuka dokumen itu. Terdapat gate-gate termasuk di Seoul yang terdaftar berdasarkan bagian.

“Kau tidak bisa memeriksanya dari luar, jadi kau harus masuk ke dalamnya.”

“Apa ini daftar gate yang harus diselesaikan?”

“Iya, hanya separuh gate di Seoul. Aku berencana untuk menyelesaikan separuh gate dalam 2 bulan. Sisanya akan diurus nanti “

“Itu teratur.”

Cheon Sayeon menyilangkan kakinya dan melihatke arahku. Kenapa kau melihatku seperti itu? Cheon Sayeon berkata dengan matanya yang tertuju padaku.

“Woo Seohyuk, keluarlah sebentar.”

“Baik.”

Setelah sunyi sejenak, Woo Seohyuk meninggalkan ruang perwakilan. Klik. Setelah suara pintu tertutup, keheningan yang tenangpun datang.

“Han Yigyeol.”

Cheon Sayeon yang perlahan membuka matanya, membuka mulutnya duluan.

“Ada sesuatu yang ingin kutunjukan dalam hal ini.”

Dia tetap tersenyum, tapi suasananya berbeda. Alu menjawab dengan tenang, berusaha untuk menghindari alis yang lelah itu naik.

“Katakan.”

“Seberapa jauh kau berencana untuk ikut campur?”

“…..”

Ikut campur. Kuletakan dokumen yang kupegang ke atas meja. Secara institusi, aku merasa kalau ada hal lain yang ingin Cheon Sayeon katakan.

“Itu tergantung situasi.”

“Itu bukan jawaban yang benar.”

Kutelan helaan napasku.

“Aku selalu berpikir soal itu selama beberapa hari belakangan ini. Soal kenapa kau peduli dengan gate.”

“……”

“Benarkan? Kau hanya seorang rank A independen berbakat, tapi nyatanya kau sangat tertarik pada kenyataan kalau gate berubah. Sejauh kau memasuki gate-nya langsung.”

“…kau punya terlalu banyak ketertarikan yang tak berguna padaku.”

Mata hitam Cheon Sayeon berbalik padaku. Itu tatapan yang tenang tapi juga kejam.

“Tidakkah kau berekspektasi kalau aku akan menyadarinya juga?”

Itu benar, aku tak mengira kau akan bertanya seperti ini.

“Beritahu aku, Han Yigyeol.”

Cheon Sayeon menuntut dengan tegas, mungkin dia menyadari sikapku yang berusaha untuk menghindar.

“Selama kita sekutu, kita harus tahu apa yang penting.”

“Aku ingin mengakhiri persekutuan ini.”

“Oh, astaga.”

Dia tertawa singkat. Sekilas itu tampak disesalkan, tapi kami berdua tahu kalau aku tidak bisa melakukan itu. Memang benar, sesulit apapun Cheon Sayeon, informasi yang dibawanya pastilah penting.

“… itu tidak bagus.”

Aku berusaha untuk mengatur dan menjelaskannya. Dia bukan musuh yang bagus untuk dilewati seperti Kim Woojin.

“Aku hanya menebak.”

“Kalau kau menebak… Apa itu penyebab hal aneh di gate?”

Cih. Kudecakan lidahku. Sesuai dugaan, kau tahu segalanya. Kau punya sifat yang sangat buruk.

“Ok, kurasa akulah penyebabnya.”

“Alasannya?”

“Aku tidak sengaja menyentuh sesuatu yang harusnya tak kusentuh.”

Sebuah jubah kelas SS diambil 3 bulan lebih awal. Monster grade S+ yang tidak diketahui pun bangkit saat kejadian. Segera setelahnya, monster keluar dari gate area C13, jadi waktunya sempurna.

‘Apa itu sungguh kebetulan?’

Cheon Sayeon yang hanyut dalam ingatannya, mengetuk-ngetukan jarinya ke lututnya pada perkataanku dan membuka mulutnya tak lama setelah itu.

“Apa kau pernah dengar tentang efek kupu-kupu?”

“Aku tahu.”

“Ini tampak seperti itu bagiku.”

Apa maksudmu? Ketika aku mengerut, Cheon Sayeon menjelaskan dengan nada yang tenang.

“Hanya karena kau menyentuh sesuatu yang tersembunyi itu bukan berarti kau akan mengubahnya sampai seperti ini.”

Tersembunyi? Aku melihat Cheon Sayeon dengan tenang.

Kalau itu orang lain, aku bisa saja mengatakannya, tapi sangat khawatir karena musuhku adalah Cheon Sayeon. Mungkin dia juga menyadari soal jubah kelas SS itu.

“Jangan bertele-tele, katakan dengan jelas.”

“Jika kau penyebabnya, itu bukan karena tindakan, tapi karena keberadaanmu.”

Pada perkataan itu, salah satu sisi jantungku menjadi dingin. Kulengkungkan sudut bibirku dan tersenyum.

“Keberadaan itu sendiri…”

“Pada akhirnya, itu hanya asumsi, tapi tampaknya itu bukan cerita yang mustahil. Aku yakin kau sudah merasakannya.”

Kurendahkan pandanganku. Aku tidak bisa langsung menjawabnya.

“Ini menenangkan untukku, jadi aku tidak peduli apa penyebabnya. Tapi aku tidak tahu apa orang lain akan menganggapnya sama sepertiku.”

“Aku tak pernah melihat ancaman semembosankan ini sebelumnya.”

“Ancaman?”

Cheon Sayeon menaikan sudut bibirnya sedikit.

“Apa ini ancaman? Ini semacam hiburan kalau kau bisa jujur di depanku.”

“…..”

“Han Yigyeol.”

Dia mengatakannya dengan suara yang lembut.

“Aku sudah tahu kalau banyak yang berubah darimu. Tapi hanya itu. Apa ada yang berubah di antara kau dan aku?”

“Itu…”

“Kau masih terikat denganku dan akulah yang paling tahu soal itu. Lebih dari apapun.”

Aku ingin segera menyangkalnya, tapi bibirku yang tertutup rapat tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.

“Kau menginginkannya.”

“……”

“Kau berharap, aku melihatmu sebagai ‘kau’ bukan sebagai Han Yigyeol.”

Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi dan berdiri. Kupaksakan diriku untuk menelan sesuatu yang bergetar dan membuka mulutku.

“Jangan pura-pura kau tahu. Aku…”

Aku… Aku tidak bisa menyelesaikan perkataanku.

Emosi bergelung ke arah yang rumit. Keinginan untuk menarik kerah Cheon Sayeon sambil berteriak dan keinginan untuk segera berbalik lalu kabur melarikan diri.

Cheon Sayeon perlahan mendekatiku yang berdiri diam tak tahu harus bagaimana. Tangan putih yang merentang menyilang ke leherku dan membalut sekitar tengkukku.

“Kau tidak perlu menyembunyikannya, Han Yigyeol.”

Apa yang dia katakan padaku sangatlah manis. Saking manisnya sampai terasa seperti racun.

“Itu insting yang tak bisa dihindari yang mana kau ingin dilihat sebagai dirimu yang sempurna bukan sebagai orang lain.”

“Aku tak pernah minta perhatian seperti itu.”

Cheon Sayeon yang selangkah lebih dekat denganku, membalut seluruh pinggangku. Aroma parfum dingin menyentuh ujung hidungku saat aku berada di pelukannya.

“Jika kau hanya berkeliaran tanpa menjaga dirimu, mungkin kaulah yang pertama akan jatuh.”

“… konyol rasanya mendengar itu dari orang yang memperlakukanku dengan buruk.”

“Oh, astaga. Apa kau marah?”

Kuhembuskan napas gemetar. Rasanya sangat pahit menyadari betapa cerobohnya aku.

「Kau sendiri yang menghancurkan segalanya.」

Suara yang menyedihkan menyeruak di kepalaku. Rasa putus asa yang telah terlupakan, perlahan menelan tubuhku.

Aku beruntung di peluk oleh Cheon Sayeon. Aku tidak ingin menunjukan wajah ini pada siapapun.

 

 

______________________________________________________________________________________________________________________

~Bantu dukung aku dengan trakteer di link yang tertera di profilku ( ada di overview ) biar aku makin semangat nge-translate-nya dan cepat update-nya. Terima kasih~

Jika ada chapter error silahkan laporkan lewat komentar dibawah.

Bergabung ke Sekte Worldnovel untuk berdiskusi.